Resensi Buku: Novel Si Anak Badai Karya Tere Liye

Penulis berbakat Tere Liye, kembali menerbitkan sebuah novel berjudul Si Anak Badai. Novel ini merupakan novel yang saya tunggu-tunggu kehadirannya di tahun 2019. Seperti sebuah keberuntungan bagi saya, kali ini salah satu toko buku di kota Batam mengadakan "Bincang Buku dan Book Signing Si Anak Badai Bersama Tere Liye" pada tanggal 18 Agustus 2019. Saya pun sangat antusias mengikuti acara tersebut, acara dimulai pukul 15.00 WIB namun saya sudah berada di lokasi pada pukul 13.30 WIB, karena begitu antusiasnya saya ingin bertemu penulis favorit saya Bang Tere dan Co-authornya, Bang Sarippudin.

Serial Anak Nusantara merupakan serial favorit saya, karena serial ini cocok dibaca oleh semua kalangan. Ketika membaca buku-buku dari Serial Anak Nusantara, saya seperti bisa merasakan langsung dan masuk kedalam kehidupan anak-anak yang begitu sederhana namun ceria dan penuh makna. Apalagi dengan terbitnya novel Si Anak Badai, hal ini membuktikan serial ini akan terus berkembang dan bervariasi. Saya akan menunggu karya-karya Bang Tere lainnya.

Novel Si Anak Badai merupakan novel keenam dari Serial Anak Nusantara. Novel ini berdiri sendiri dan tidak ada kaitannya dengan novel-novel sebelumnya yang sudah terbit. Seperti yang disampaikan Bang Tere pada acara bincang buku, tokoh-tokoh yang ada di buku ini sudah berbeda dari buku sebelumnya.

Kalau di buku Si Anak Kuat, Si Anak Spesial, Si Anak Pintar, Si Anak Pemberani, dan Si Anak Cahaya, menceritakan tentang keluarga Bapak Syahdan dan Mamak Nurmas serta anak-anaknya (Eliana, Amelia, Pukat, Burlian), kali ini di buku Si Anak Badai menceritakan tentang keluarga lain, tentang Geng Si Anak Badai yang mempertahankan kampung halamannya, dengan setting tempatnya di sebuah kampung di atas air bernama Kampung Manowa.

Kehidupan mereka yang begitu sederhana justru membuat saya bisa mengambil begitu banyak pelajaran, tentang makna kehidupan. Keceriaan, canda, tawa, haru, dan perjuangan mereka untuk mempertahankan Kampung Manowa begitu menggugah emosi. Geng Si Anak Badai ini terdiri dari anak-anak yang luar biasa yaitu Zaenal, Malim, Awang, dan Ode.

Ketika kampung tercinta mereka dalam bahaya, perjuangan penduduk kampung dan Geng Si Anak Badai begitu gigih dan tidak pantang menyerah. Mempertahankan kampung tercinta mereka dari para pejabat-pejabat kota yang ingin membangun pelabuhan di Kampung Manowa demi kepentingan pribadi. Hal inilah yang membuat saya begitu ingin terus membacanya.

Mampukah penduduk kampung dan Geng Si Anak Badai mempertahankan kampungnya? Bagaimana nasib sekolah mereka? Bagaimana nasib penduduk jika pelabuhan itu berhasil dibangun di atas Kampung Manowa? Apakah Geng Si Anak Badai mampu mengalahkan para pejabat kota itu? Mampukah mereka mempertahankan apa yang menjadi milik mereka?

Yuk, simak resensi novel Si Anak Badai yang saya tulis ini. Selamat menikmati! :)


Picture from: www.bukurepublika.id

Keterangan Buku:
Judul Buku: Si Anak Badai
Penulis: Tere Liye
Co-author: Sarippudin
Editor: Ahmad Rivai
Cover: Resoluzy
Layout: Alfian
Penerbit: Republika Penerbit
Tahun Terbit: Cetakan I, Agustus 2019
Jumlah Halaman: 322 hlm. ; 21 cm
ISBN: 978-602-5734-93-9

Sinopsis:
"Badai kembali membungkus kampung kami. Kali ini aku mendongak, menatap jutaan tetes air hujan dengan riang. Inilah kami, Si Anak Badai. Tekad kami sebesar badai. Tidak pernah kenal kata menyerah.
***
Buku ini tentang Si Anak Badai yang tumbuh ditemani suara aliran sungai, riak permukaan muara, dan deru ombak lautan. Si Anak Badai yang penuh tekad dan keberanian mempertahankan apa yang menjadi milik mereka, hari-hari penuh keceriaan dan petualangan seru.
***
Seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya, di novel Si Anak Badai ini muncul tokoh baru, yaitu Zaenal atau yang akrab disapa Za. Ia memiliki dua adik, yaitu Fatahillah atau biasa disapa Fatah dan  satu lagi bernama Thiyah. "Kami tiga bersaudara. Aku yang paling tua. Ada adikku Fatah, usianya sebelas tahun, kelas lima SD. Dan Thiyah, sembilan tahun, kelas tiga SD." (halaman 19).

Mereka tinggal disebuah kampung di atas air bernama Kampung Manowa. Di sana rumah-rumah warga memang berada di atas air. Kokoh berdiri dengan tiang-tiang yang tertanam di dasar muara. Bukan hanya rumah warga saja, tetapi masjid dan sekolah juga berada di atas air. Di sana dibangun jembatan sebagai penghubung antara satu rumah dengan rumah lainnya dan sebagai penghubung Kampung Manowa dengan daratan. Para warga menggunakan perahu sebagai sarana transportasi.

Dari awal membaca novel ini saya sudah tertarik dibuatnya, Za dan ketiga temannya sering duduk-duduk sambil bermain-main di bale pinggir sungai untuk menunggu kapal-kapal dari laut ke arah hulu. "Ada Ode si tukang ngebos, ada Malim si tukang celoteh, ada Awang yang jago berenang dan sersan (serius tapi santai), dan aku sendiri." (halaman 8).

Ketika kapal-kapal melintas, mereka akan melakukan aksinya, terjun ke laut kemudian mendekati kapal-kapal tersebut, dengan melambaikan tangan ke arah penumpang kapal, mereka berharap para penumpang akan melemparkan uang logam ke arah mereka. Bagi saya, hanya dengan membayangkannya saja sudah sangat mengasyikkan. Apalagi jika saya bisa ikut bergabung bersama mereka😄

"Kami sedang menunggu kapal-kapal dari laut ke arah hulu, atau kapal dari arah hulu yang berlayar menuju lautan. Inilah kegiatan rutin kami setiap Minggu sore - atau setiap tanggal merah libur sekolah - sambil bermain-main. Kampung kami terletak persis di muara sungai besar yang menjadi perlintasan kapal-kapal berhuluan menuju desa atau kota-kota berikutnya." (halaman 8).

Baca juga: Resensi SELENA DAN NEBULA - Tere liye

Ada kejadian lucu yang membuat saya tertawa, yaitu ketika Za dan Fatah salah mengukur baju Wak Sidik. Sehingga Mamak menyuruh mereka mengukur lagi. Namun, Za sangat yakin bahwa kemarin dia sudah mengukurnya dengan  benar.
Mamak tampak semakin jengkel. "Kalian tidak percaya? Memang ada ukuran lengan sampai delapan puluh senti? Ada manusia di kampung ini dengan ukuran segitu? Kalian kira kita hidup di perkampungan raksasa? Bertetangga dengan buto ijo?" (halaman 39).

Namun, dari sinilah Za belajar untuk bertanggung jawab. Za dan Fatah akhirnya kembali kerumah Wak Sidik untuk mengukur baju. Sialnya, Wak Sidik sedang tidak ada dirumah melainkan berada di kecamatan. Jadilah di tengah terik sinar matahari, Za dan Fatah menyusul ke kecamatan. Di sana, walaupun awalnya mereka tidak bisa menemui Wak Sidik yang sedang rapat, Za memiliki ide yang begitu cemerlang sehingga akhirnya mereka bisa mengukur baju Wak Sidik. Dari kejadian ini, saya begitu terkagum-kagum dengan sosok Zaenal. Seorang anak SD yang sudah paham apa itu arti tanggung jawab.
"Mamak menyuruh kita bertanggung jawab. Aku tidak mau pulang sebelum urusan ini selesai. Bisa panjang urusannya." (halaman 43).

Tokoh Pak Kapten juga membuat buku ini semakin menarik. Pak Kapten atau yang memiliki nama asli Sakai bin Manaf itu disegani penduduk dan ditakuti anak-anak. Kalau galaknya Pak Kapten sedang kumat, ia suka mengutuk anak-anak yang nakal menjadi kodok. Tentu mereka tidak akan benar-benar berubah menjadi kodok, tapi tetap saja membuat anak-anak ketakutan😄

Walaupun begitu, sebenarnya Pak Kapten memiliki hati yang baik dan lembut. Pak Kapten termasuk orang yang berdiri paling depan untuk menolak pembangunan pelabuhan di Kampung Manowa. Bagian yang membuat saya emosi dan sedih adalah ketika Pak Kapten dituduh dan diseret ke penjara. Dengan keadaan begitu pun, Pak Kapten enggan dibela oleh pengacara handal dari Ibu Kota (Bang Adnan, adiknya Wak Sidik), hal ini tak lain dan tak bukan adalah karena Pak Kapten akan tetap membela apa yang dianggapnya benar. Sekalipun ia harus dipenjara.  Bahkan ia memberi nasihat kepada warga kampung ketika dirinya akan dibawa ke penjara. "Jangan ada yang berubah. Jika kita terlihat lebih sedih, kita telah kalah selangkah dari lawan." (halaman 226).

Hal menarik lainnya adalah tentang grup rebana yang berisi ibu-ibu di Kampung Manowa. Apalagi ketika mereka sedang latihan rebana untuk menyambut tamu dari ibu kota provinsi. Lagu yang mereka bawakan berjudul "Perdamaian". Bagian lirik "bingung.. bingung ku memikirnya." menjadi hal yang sangat kocak ketika di sangkut pautkan dengan kebingungan yang di alami Za dan teman-temannya.

Baca juga: Review Novel Si Anak Kuat

Hal berikutnya yang begitu menyentuh hati saya, ada pada Bab 11 "Seberapa Besar Kasih Sayang Mamak". Masalah jahitan baju kurung grup rebana Kampung Manowa berbuntut panjang. Hari-hari Mamak di isi dengan menjahit. Bagaimana tidak? Mamak harus menjahit enam belas baju kurung dalam waktu dua pekan.
"Dari pagi sampai larut malam, besok paginya lagi sampai malam. Mamak behenti hanya saat shalat, memasak, dan mencuci. Mandi pun kadang Mamak sudah tak sempat lagi. Makan juga tak sempurna lagi." (halaman 119).

Hal ini membuat Mamak tidak punya banyak waktu untuk mengurus anak-anak dan sekedar makan bersama di meja makan. Baru makan sebentar, Mamak buru-buru meninggalkan meja makan dan lanjut menjahit. Thiyah, si bungsu sebenarnya hendak protes mengapa Mamaknya begitu cepat meninggalkan meja makan. Fatah juga protes, mengatakan bahwa tumis kangkungnya hambar dan tempe gorengnya juga gosong. Begitulah jadinya karena kesibukan Mamak dengan mesin jahit, jadi kelupaan saat memasak.

Namun, Bapak berkata bahwa masakan Mamak tetap lezat. Di sini, Bapak sangat bijak dalam menangani dan membesarkan hati anak-anaknya yang protes. "Kau boleh jadi benar, Fat, tumis kangkung ini memang hambar. Tapi rasa hambar itu bisa tetap lezat ketika kalian tahu besarnya perjuangan Mamak menyiapkan tumis kangkung dan tempe goreng ini."
"Ayo habiskan makanan kalian. Bayangkan semua perjuangan Mamak, pasti akan terasa lezat." (halaman 122-123).

Hal yang membuat saya tertawa yaitu ketika Za, Fatah, dan Thiyah menyiapkan sarapan mereka sendiri dengan membuat nasi goreng untuk lima porsi. Mau tau bagaimana hasilnya? Silakan baca sendiri novelnya ya😂

Saya kembali kagum dengan sosok Za dan adik-adiknya. Seorang anak SD yang bisa memahami kondisi orang tuanya. "Tahu beratnya pekerjaan Mamak membuat kami tidak banyak protes. Apa pun yang Mamak masak akan kami makan. Betapa pun tidak rapinya baju yang disetrika Mamak, selalu kami kenakan dengan gaya." (halaman 128).
Saya yakin, bahkan orang dewasa pun akan banyak mengambil pelajaran dari sosok Za di novel ini.

Dan bagian yang membuat saya meneteskan air mata adalah ketika Za sedang tertidur di ruang tengah. Ia mendengar Mamak melantunkan pantun.

Ranum si buah duku
Jatuh hanyut dalam selokan
Sedih rasa hatiku
Melihat buah hati terlantarkan
(halaman 131).

Bapak juga pandai membesarkan hati Mamak, ia pun membalas pantunnya.

Mengalir jauh si buah duku
Dimakan ikan tinggalah kulitnya
Kuat-kuatkan hatimu, adikku
Telantar tak akan selamanya
(halaman 132).

Za menangis ketika tahu betapa Mamaknya sangat menyayanginya. Mamak berkata bahwa ia akan membawa Za, Fatah, dan Thiyah pergi ke pasar terapung untuk membeli apa pun yang mereka inginkan, sebagai bukti bahwa Mamak sangat menyayangi mereka. Kemudian saat itu juga Mamak berjalan ke arah Za tidur dan mencium keningnya.
"Mamak menarik sarungku hingga menutupi tubuhku sampai leher. Mamak juga merapikan letak bantalku. Lalu mamak mencium keningku. Tesss! Air mata Mamak jatuh di pipiku." (halaman 134).
Saya yakin, siapapun yang membaca bagian ini pasti akan ikut terharu.

Selanjutnya hal yang menarik adalah tentang pertemanan. Tepatnya ada di Bab 17 "Karena Kami Temanmu". Di bab ini menceritakan tentang Malim yang memutuskan untuk berhenti sekolah, karena ia merasa sekolah itu tidak perlu. Za, Awang, dan Ode tidak pantang menyerah membujuk Malim untuk kembali ke sekolah. Walaupun selalu gagal. Malim bersikeras tidak ingin kembali ke sekolah. Hingga pada hari kesebelas, Za, Awang, dan Ode pergi menemui Malim di bale. Namun anehnya, Malim tampak kecapekan. Cara dia berenang tidak segesit biasanya. Hingga mereka tidak melihat Malim di lautan, ternyata Malim tenggelam! Awang pun langsung terjun ke laut dan berhasil menyelamatkan Malim. Tak heran, karena Awang adalah penyelam yang handal. Setelah Malim sadar, ia pun terisak. Ia sangat terharu karena teman-temannya telah menyelamatkan dirinya, dan juga tidak pantang menyerah membujuk dirinya untuk kembali sekolah. Ya, begitulah memang seharusnya seorang teman sejati.
"Seorang kawan tidak akan meninggalkan kawannya sendirian." (halaman 202).
Lagi-lagi, kita bisa belajar makna pertemanan dari kisah Geng Si Anak Badai ini❤

Baca juga: Resensi Novel Selena dan Nebula - Tere Liye

Satu hal lagi yang unik, yaitu tentang Za dan Rahma, cucunya Pak Kapten. Mereka sangat menggemaskan, ditambah lagi kalau teman-temannya meledek kedekatan mereka, meski sebenarnya mereka hanya berteman. Ada suatu kejadian ketika Mamak menyuruh Za membeli ubi jalar lima kilo di pasar terapung. Di saat-saat sedang mencari penjual ubi jalar, Za bertemu Rahma yang sedang kebingungan mencari pengepul ikan. Akhirnya Za pun membantu Rahma.

Tak lama setelah itu, terdengar ribut-ribut bahwa ada Maling yang mencuri barang milik Kak Ros. Bukannya membeli ubi jalar, Za malah ikut-ikutan mengejar orang yang disangka maling itu dan akhirnya lupa membeli ubi jalar. Setelah membaca sampai bagian ini, saya menyangka bahwa Za akan di hukum Mamak karena kelalaiannya. "Kalian keliru kalau menyangka aku gagal mendapatkan ubi jalar warna ungu yang bagus-bagus. Ingatlah, selalu ada pertolongan Tuhan untuk anak sebaik aku." (halaman 175).
Ayo tebak siapa kira-kira orang yang membelikan ubi jalar untuk Za? Penasaran kan? Ayo di baca novelnya!😍

Dari kisah ini kita bisa belajar bahwa ketika kita menolong seseorang, maka Tuhan pun akan menolong kita juga. Seperti ketika Za menolong Rahma dan ikut membantu menangkap orang yang di sangka maling. Kebaikan akan dibalas kebaikan pula.

Baca juga: Resensi Novel Selena dan Nebula - Tere Liye

Saya juga terkagum-kagum akan kehebatan dan keberanian Za, kali ini ada pada Bab 21 "Badai". Dari sini pulalah kita akan tahu asal muasal Za dan teman-temannya memberi nama Geng Si Anak Badai. Pada suatu kesempatan, Paman Deham (anaknya Pak Kapten) mengajak Za dan teman-temannya untuk ikut memancing cakalang. Mereka akan memancing selama dua hari. Awalnya, kegiatan memancing mereka berjalan dengan lancar, bahkan cakalang yang mereka dapatkan begitu banyak. Namun, kebahagiaan mereka seketika terenggut karena cuaca yang tiba-tiba memburuk. Badai besar. Kisah heroik yang dilakukan Za adalah ketika ia berusaha menyelamatkan Ode yang terhempas ombak. Ketika sedang bertaruh nyawa melawan ombak, Za mendapatkan ide agar ia dan Ode bisa selamat. Ombak pun menerjang tubuhnya masuk kedalam lubang penyimpanan ikan, ia berhasil menyelamatkan dirinya dan Ode. Cerdas sekali Zaenal. "Dia memang pelaut sejati, meskipun bapaknya pegawai kantor kecamatan." (halaman 248).

Sejak kejadian badai besar dan ombak yang menerjang mereka di kapal itu, mereka pun menamai gengnya "Geng Si Anak Badai."
Kalian wajib baca novel ini supaya kalian tau betapa hebat dan begitu beraninya Za berjibaku di palka dan terombang ambing untuk menyelamatkan Ode. Kisah heroik seorang anak SD❤

Klimaks dari novel ini adalah ketika Geng Si Anak Badai berusaha mempertahankan Kampung Manowa yang terancam bahaya. Kampung tercinta mereka akan dibangun pelabuhan besar. Sekolah, rumah warga, dan masjid di sana akan dirobohkan. Hal ini sudah dirasakan Za sejak awal, Za mimpi bertemu bajak laut yang ingin menyerbu Kampung Manowa.
"Aku mimpi ketemu bajak laut. Aku bertanya kepadanya kapal mana yang paling bagus."
"Apa katanya?" Dua temanku kembali kompak. Serius sekali mereka dengan mimpiku.
"Bajak laut itu bilang kapal dialah yang paling bagus."
"Bajak laut itu mau menyerbu kampung kita." (halaman 8).

Tidak lama setelah mimpi Za itu, ketika mereka berenang mendekati kapal, Za begitu terkejut sampai kepalanya pusing karena seseorang di atas kapal itu mirip dengan si bajak laut. Ternyata orang tersebut bernama Pak Alex, seseorang yang ingin membangun pelabuhan di kampung mereka. Jadi itulah arti dari mimpi Za "bajak laut itu mau menyerbu kampung kita".

Berbagai pertentangan sudah dilakukan oleh penduduk kampung. Salah satunya Pak Kapten yang begitu gigih menolak pembangunan itu akhirnya di tangkap, dan kabarnya akan di penjara. Berkat kecerdikan dan kepintaran Geng Si Anak Badai ini, mereka berhasil mengumpulkan bukti-bukti yang kuat untuk menolak pembangunan pelabuhan di kampung mereka.

Apa yang Geng Si Anak badai lakukan? Siasat seperti apa yang mereka luncurkan? Temukan jawabannya di Novel Si Anak Badai ya❤ kalian wajib banget baca novel ini, alurnya tidak mudah ditebak sehingga membuat saya penasaran dan terus ingin membacanya.

Novel ini begitu menggugah emosi saya. Kisah anak-anak dan penduduk kampung yang dibungkus sedemikian rupa, cerita yang sederhana namun penuh makna, membuat saya banyak mengambil pelajaran.

Kisah perjuangan yang tidak pantang menyerah, petualangan yang begitu seru, tentang menghargai, tolong menolong, banyak yang bisa saya ambil. Wajar jika serial ini menjadi favorit saya dan kalian tentunya❤

Berikut yang membuat novel ini menarik:

1. Co-author, pada buku-buku sebelumnya di Serial Anak Nusantara (buku pertama sampai keempat), Tere Liye tidak menggunakan Co-author. Namun di buku yang kelima dan keenam ini, ada co-authornya bernama Sarippudin. Saya beruntung sekali memiliki kesempatan untuk bertemu Bang Sarippudin secara langsung pada tanggal 18 Agustus 2019 dalam acara "Bincang Buku dan Book Signing Si Anak Badai Bersama Tere Liye" di Toko Buku Gramedia Batam. Bang Sarippudin berkata bahwa setting tempat di novel Si Anak Badai ini sama dengan tempat tinggalnya dahulu semasa kuliah. Bang Sarippudin memang tinggal di tepi laut sehingga ia sangat mengetahui kondisi latar tempatnya ketika menulis novel ini. Bang Tere mengatakan walaupun novel-novel selanjutnya menggunakan Co-author, tidak akan ada yang berbeda. Gaya tulisannya persis seperti Bang Tere. Dan pada saat acara, Bang Tere mengatakan bahwa Co-authornya itu adalah saudara atau keluarganya sendiri. Ternyata Bang Sarippudin adalah kakak kandung dari Bang Tere Liye, loh :)

Picture from: Galeri Pribadi

Saya semakin jatuh cinta ketika Bang Tere Liye mengatakan bahwa ia sangat bangga jika ia bisa memiliki Co-author yang nantinya akan menerbitkan buku sendiri. Dan tidak menutup kemungkinan suatu saat nanti kita bisa jadi Co-authornya Bang Tere❤
Pada saat bincang buku, saya juga mendapatkan tanda tangan asli Bang Tere dan Bang Sarippudin, alhamdulillah. Tidak bisa saya ungkapkan betapa senangnya saya bisa bertemu, ngobrol, dan dapat tanda tangan beliau. Terima kasih Bang Tere dan Bang Sarippudin! :)


2. Alurnya tidak mudah ditebak, sama seperti novel-novel Tere Liye lainnya, saya selalu jatuh cinta dan tidak pernah bosan ketika membacanya, walaupun sudah dibaca berkali-kali. Dengan jalan cerita yang tidak mudah ditebak, memberi kesan tersendiri bagi saya. Saya akui semua novel Bang Tere memiliki ending yang tidak bisa ditebak. Ending ceritanya tidak pernah mengecewakan.

3. Karakter, seperti tidak kehabisan ide, penulis favorit saya ini selalu menggambarkan tokoh-tokoh di novelnya dengan karakter yang luar biasa. Dalam Serial Anak Nusantara, setiap tokoh memiliki ciri khasnya masing-masing, yang dari tiap-tiap karakter tersebut kita bisa mengambil pelajaran. Sama halnya di novel Si Anak Badai ini, setiap karakter memiliki kekuatannya masing-masing.

4. Isi cerita, ada kesamaan di setiap novel di serial ini, yaitu tentang kasih sayang Mamak. Indahnya kehidupan sebuah keluarga yang sederhana. Jika di buku-buku sebelumnya bercerita tentang keluarga Mamak Nurmas dan Bapak Syahdan, kali ini di novel Si Anak Badai bercerita tentang keluarga Mamak Fatma dan Bapak Zul. Semua cerita di Serial Anak Nusantara ini berhasil menggugah emosi saya. Cerita yang sederhana namun penuh makna. Bahkan orang dewasa pun akan banyak mengambil pelajaran setelah membaca novel ini.

5. Latar tempat, kali ini ada sedikit perbedaan latar tempat antara Si Anak Badai dan novel-novel sebelumnya yang sudah terbit. Jika sebelumnya latar tempat berada di kampung yang berada di sebuah lembah, kali ini latarnya ada di sebuah kampung di atas air. Sama-sama seru menurut saya, sama-sama kehidupan sederhana di sebuah kampung. Kesederhanaan dan keceriaan khas anak-anak kampung mengingatkan akan masa kanak-kanak saya.

6. Cover, saya sangat jatuh cinta dengan covernya. Bagi saya cover itu salah satu daya tarik buku juga. Karena tak jarang orang-orang akan melihat cover terlebih dahulu ketika ingin membeli buku. Cover yang didesain oleh Resoluzy ini membuat saya terkesan. Gambar yang ada di cover sangat sesuai dengan isi buku. Ada sebuah perkampungan di atas air, perahu, dan senja.

Picture from: www.bukurepublika.id

Dari hasil sesi bincang buku, Bang Saripuddin mengatakan novel Si Anak Badai ini terinspirasi dari kisah hidupnya. Dulu semasa Bang Sarippudin masih kuliah, ia sempat tinggal di daerah tepi laut. Ia sering mendengar suara ombak dan percikan air. Karena hal itulah novel Si Anak Badai memiliki latar tempat di tepi laut. Bukan hanya novel ini saja yang terinspirasi dari kehidupan Bang Sarippudin. Nama karakter di novel-novel sebelumnya juga merupakan nama orang tua dari Bang Tere Liye. Yaitu Mamak Nurmas. Bang Tere juga mengatakan bahwa Serial Anak Nusantara ini ia persembahkan untuk Ibunya❤

Tokoh-tokoh yang terlibat didalam novel:

1. Zaenal (Za)
2. Fatahillah atau Fatah (adiknya Za)
3. Thiyah (adik bungsu Za)
4. Fatma (mamaknya Za)
5. Zul (bapaknya Za)
6. Malim
7. Awang
8. Ode
9. Pak Kapten (Sakai bin Manaf)
10. Paman Deham (anaknya Pak Kapten)
11. Rahma (anaknya Paman Deham)
12. Wak Sidik
13. Wak Minah
14. Mutia
15. Guru Rudi (guru ngaji)
16. Bu Rum (guru sekolah)
17. Kak Ros
18. Pak Alex
19. Camat Tiong
20. Pak Puguh
21. Rahan (teman Za)
22. Pipit (teman sekelas Thiyah)
23. Utusan Gubernur
24. Bang Kopli
25. Unan (pemuda yang dituduh maling)
26. Pak Mustar
27. Wak Albet
28. Wak Tukal
29. Paman Rota
30. Bang Sabri
31. Adnan Buyung (kakaknya Wak Sidik)

Moral value atau pelajaran yang dapat diambil:

1. Tanggung jawab, ketika Za disuruh Mamak mengukur ulang baju Wak Sidik. "Mamak menyuruh kita bertanggung jawab. Aku tidak mau pulang sebelum urusan ini selesai. Bisa panjang urusannya." (halaman 43).

2. Bijak, ketika Bapak membesarkan hati anak-anaknya untuk tidak protes kepada Mamak yang sedang sibuk. "Ayo habiskan makanan kalian. Bayangkan semua perjuangan Mamak, pasti akan terasa lezat." (halaman 122-123).

3. Memahami kondisi orang tua, ketika Mamak tidak sempat mengurus Za dan adik-adiknya karena sibuk menjahit, justru Za dan adik-adiknya memilih untuk memahami kondisi Mamaknya. "Tahu beratnya pekerjaan Mamak membuat kami tidak banyak protes. Apa pun yang Mamak masak akan kami makan. Betapa pun tidak rapinya baju yang disetrika Mamak, selalu kami kenakan dengan gaya." (halaman 128).

4. Arti pertemanan, ketika Za, Awang, dan Ode terus membujuk Malim dan menyelamatkan Malim yang tenggelam.
"Seorang kawan tidak akan meninggalkan kawannya sendirian." (halaman 202).

5. Tolong-menolong, ketika Za membantu Rahma dan membantu mengkap orang yang dianggap maling. "Kalian keliru kalau menyangka aku gagal mendapatkan ubi jalar warna ungu yang bagus-bagus. Ingatlah, selalu ada pertolongan Tuhan untuk anak sebaik aku." (halaman 175).

6. Sikap pemberani, yaitu ketika Za melepaskan pegangannya untuk menolong Ode yang terhempas ombak ketika badai menerjang kapal mereka.

7. Sikap pantang menyerah, yaitu ketika warga kampung, terutama Pak Kapten dan Geng Si Anak Badai mempertahankan Kampung Manowa dari para pejabat. Segala usaha mereka lakukan walaupun Pak Kapten akhirnya ditangkap.

8. Kerja sama atau gotong royong, yaitu ketika penduduk kampung beramai-ramai membangun jembatan yang roboh.

9. Pentingnya ilmu pendidikan, yaitu ketika Malim memilih untuk berhenti sekolah dan teman-temannya serta Bu Rum berusaha meyakinkan dirinya bahwa sekolah itu penting. Guru Rudi juga banyak memberikan ilmu pengetahuan ketika mereka mengaji.

10. Kejahatan yang dibalas kebaikan, "Itu benar sekali. Tidak selalu api dilawan dengan api. Kadangkala, cara terbaiknya justru dilawan dengan cara lemah lembut." (halaman 300).

11. Belajar dari kesalahan dan memaafkan, "Kita tidak boleh terus marah atas kesalahan orang lain, Fat. Yang membedakan orang yang melakukan kesalahan itu adalah orang yang belajar dari kesalahannya, ada juga yang tidak mengambil pelajaran apa-apa dari kesalahannya itu." (halaman 72).

Buat kamu yang penasaran sama bukunya, yuk baca sekarang! Dijamin nggak bakal nyesal, justru banyak moral value yang akan kamu dapat. Serial Anak Nusantara, merupakan buku yang cocok dibaca semua kalangan. Dibungkus dengan sedemikian rupa dengan kesederhanaan yang ada namun penuh makna, tidak heran jika serial ini merupakan mahkotanya❤

Buku ini sudah tersedia di toko-toko buku kesayangan kalian. Dan bisa juga pesan secara daring di  website resmi Republika Penerbit yaitu: www.bukurepublika.id 😊

Selamat membaca!

Untuk para pecinta serial ini, yuk kita nantikan karya-karya Bang Tere dan juga Co-authornya. Serial yang berisi kisah anak-anak yang istimewa :)

Baca juga: Review Novel BUMI - Tere Liye

Oh iya, satu pesan yang saya ingat ketika acara bincang buku bulan Agustus kemarin, ada seseorang yang bertanya kepada Bang Tere, "Bagaimana menjadi penulis yang baik? Yang selalu memiliki ide-ide bagus terutama ketika menentukan ending cerita yang bagus?" Bang Tere menjawab, "Kuncinya cuma satu. LATIHAN. Iya, latihan. Semakin sering kalian latihan menulis, maka akan semakin mahir. Jangan lupa untuk terus menulis. Mau itu hanya satu paragraf, satu kalimat, satu kata, atau bahkan satu huruf, tetaplah menulis. Ketika orang-orang bilang bahwa tulisan saya tidak bagus, saya tidak terlalu ambil pusing. Saya akan terus menulis. Mengapa? Karena menulis adalah hobby saya." - Tere Liye❤

Terima kasih Bang Tere atas nasihatnya, sekarang saya sedang menerapkan apa yang Bang Tere katakan pada hari itu :)

***
Berikut buku-buku Tere Liye yang sudah saya baca berdasarkan genrenya:

1. Genre fantasy:
- Bumi
- Bulan
- Matahari
- Bintang
- Ceros dan Batozar
- Komet
- Komet Minor
Selena
Nebula

2. Genre romance:
- Daun Yang Jatuh Tidak Pernah Membenci Angin
- Sepotong Hati Yang Baru
Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah
Berjuta Rasanya

3. Genre action:
- Pulang
- Pergi

4. Genre science fiction:
Hujan

5. Genre biography:
- Rembulan Tenggelam Di Wajahmu
Tentang Kamu

6. Genre keluarga:
Si Anak Kuat
- Si Anak Spesial
- Si Anak Pintar
- Si Anak Pemberani
- Si Anak Cahaya
Si Anak Badai
- Bidadari-Bidadari Surga

7. Genre economy and politic:
Negeri Para Bedebah
- Negeri Di Ujung Tanduk

8. Genre sejarah:
RINDU

***
Follow me on:

Komentar

  1. Resensinya bagus, kalimatnya rapi. Terima kasih mbak, saya jadi tertarik buat baca

    BalasHapus
  2. Kerenn banget,,, saya jafi tertarik untuk membacaaa....

    BalasHapus
  3. Keren uy , saya jadi semakin semangat membaca ��

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih, ayo rajin-rajin lagi membaca😄

      Hapus
  4. Resensi nya bagus, penyampaian nya isi dalam resensi tersebut juga sangat bagus dengan penyampaiannya yg sangat detail, mulai dari halamannya, nama² tokohnya juga disebutkan dengan detail. Tetap semngat yaa buat baca novelnya 😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. MasyaAllah.. makasih yaa! Semoga habis baca resensi ini Dicky juga jadi semangat baca :)

      Hapus
  5. resensi nya bagus mbak, kalimat nya sederhana dan mudah dipahami.

    BalasHapus
  6. Resensinya bagus, bahasanya gampang dipahami

    BalasHapus
  7. Wahh suka banget gua sama resensinya..
    Terus berkarya kakk
    Idola gua bget.
    Ditunggu yaa tulisan selanjutnyaa

    BalasHapus
  8. Bagussssss suka bahasanyaaa

    BalasHapus
  9. Resensinya bagus kak, bahasanya mudah rapih dan dipahami. Jadi pingin baca nih, otw beli hehe. Ditunggu tulisan yang lainnya ya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wih makasih banyak ya❤ hayuu buruan beli wkwk.. siapp, ntar kalau ada tulisan naru aku kabarii🤗

      Hapus
  10. Wahh abis baca resensinya jadi kepengen beli bukunyaaa😍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Buruan beli ris wkwkw ntar habis baca, tulis resensinya kyk yg aku buat ini😄

      Hapus
  11. MasyaAllah,,, keren euy. Jadi termotivasi. Hehe

    BalasHapus
  12. Resensinya bagus. bahasanya mudah dipahami, dan kalimatnya rapi :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah terima kasihh! :) lain kali jgn anon yaa, biar aku tau siapa yg komen, hehe

      Hapus
  13. Resensinya bagus, kalimatnya mudah dipahami, kereeennnn

    BalasHapus
  14. menarik bgt ni resensinyaa. penyampaian cerita jelas, detail dan runtut serta kalimatnya rapi bahasa yg digunakan juga mudah dipahami. jadi pengen baca novelnyaaa 😍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waa makasih banyak 😍 yuk buruan di baca kak novelnya. Dijamin seru👍

      Hapus
  15. Resensinya bagus bgt sep, tertata rapi n mudah jugak dipahami .
    Semangat terus septrii ❤️.
    😁😁

    BalasHapus
  16. keren mb resensinya. dan lebih keren lagi karena ketemu sama bang saripudin 😁

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, terima kasih ya 🤗 semoga suatu saat nanti kamu juga bisa ketemu Bang Tere & Bang Sarippudin ya! ❤

      Hapus
  17. Lengkap bgt resensinya, keren mba.. tetep semangat menulis ya! Sebarkan virus literasi di lingkungan sekitar �� Salam hangat, ��

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Buku: Si Anak Kuat Karya Tere Liye

Review Buku: Novel RINDU Karya Tere Liye

Review Buku: Kamu Berhak Bahagia - Chatreen Moko